PASUTRI LELE – Episode 1

Namanya Starla. Nama lengkapnya Surat Cinta Untuk Starla. Dia adalah istriku. Sama seperti kebanyakan mamah muda, dirinya ingin selalu tampil fashionable, walau kadang memakai baju berdiskon tinggi. Tak mengapa, aku suka dia apa adanya baik saat berpakaian, maupun tidak.

Kebiasaannya adalah Ngupil. Ngupil adalah kata kerja dari upil. Basa sundanya Ngorong. Dilakukannya kegiatan mulia itu pada sore hari. Starla memang seorang penambang upil yang baik. Aku bangga padanya.

“Kamu kalo ngupil pake telunjuk atau pake kelingking ?” Kataku di suatu sore.

“Telunjuk dong, karena gerakannya lebih luwes, kan, lebih banyak yang dilibatkan dalam pekerjaan. Kalo kelingking mah kaku…”

“Hmm setuju dengan pernyataan anda…”

“Dengan gerakan yang cukup gesit, pakai telunjuk memungkinkan jarak galian lebih optimal..”

“Iya betul, bakal dapat hasil yang memuaskan…”

“Ngupil pake telunjuk juga serasa lebih intim dengan jiwa, garukannya seolah sedang bermeditasi dengan alam. Ah pokoknya sumringah karena hasil yang didapat gak bakal mengecewakan..”

“Tapi yang lubang idungnya sempit kasian. Dia dilemma antara telunjuk dan kelingking. Kasian yaa mereka..”

“Alhamdulilah lubang hidungku besar. Jadi aman.”

“Kalo besar mah ngupilnya harus pake paku..”

“Hahaha..”

Dicubitlah aku oleh tangannya yang berupil. Sialan.

Upil yang dihasilkan tidak langsung dibuang tapi diolah dengan keterampilan tangan. Setelah dirasa bulat seperti bola, baru materi trasendental yang bernama upil ini dibuang. Kadang dipakai bumbu dapur pengganti garam.

***

Agaknya miris rasanya mendengar berita buruk sepagi itu. Di saat orang-orang mendengar tembang Jazz, atau seruput kopi panas sebagai teman baca koran, aku malah mendapat informasi seputar kucing, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kemajuan bangsa dan Negara.

“Aku resmi punya dua kucing…” katanya dengan luapan kegembiraan yang nyaris menjengjelkan.

“Iya… aku punya dua istri..”

Terjadi perubahan drastis pada raut Starla. Yang tadinya selalu senyum ramah, berubah menjadi masam. Mungkin karena pernyataanku yang membikin hatinya berkecamuk, suasana rumah pun menjadi agak tegang.

Aku selesai mandi, bersiap pergi ke tempat kerja. Kulempar handuk di atas kasur.

“Iyaaa bagus, taro aja handuknya di kasur, gak usah dijemur. Bagus.”

Aku gak mempedulikannya. Handuk masih terlampar rapi di atas kasur. Pergi ke meja makan untuk sarapan dan sekaligus membawa bekal untuk makan siang. Dan masih dengan suasana tegang.

Tupperwarenya dimana, ya ? kataku berbisik pada diri sendiri.

“Oh jadi ilang tupperwarenya ? baguuuss..”

Anjrit! Mati aku.

“Kalo masih belum ketemu, harap jangan pulang dulu ya. Tidur tuh di teras…”

“Hehe iyaa, laksanakan..”

Daripada pusing memikirkan keberadaan Tupperware, aku segara berangkat pergi ke tempat kerja dengan pertimbangan agar eskalasi rumah tangga menjadi lebih sejuk lagi. Tapi sebagai suami yang baik hati, aku meninggalkan memo dan sejumlah uang tunai.

Maapkan aku yaa, ini uang 50 rebu buat belanja.

Sebelum lari tunggang-langgang keluar, Starla menarik telingaku. Dijewernya aku sampai telinga melebar beberapa centi.

“Duit segini mau makan apaan ? TUMIS BAUD ?”

***

1 thought on “PASUTRI LELE – Episode 1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *