Sebagai kader HMI, sudah barang tentu sering mendengar nama Lafran Pane. Beliau sebagai salah satu pemrakarsa organisasi mahasiswa islam tertua di Indonesia. Namun, apakah kita sudah mengenal lebih jauh dengan sosok Lafran Pane? Terlebih lagi dengan buah pemikirannya? Lalu apa pula relevansinya dengan perayaan Sumpah Pemuda?
Lafran Pane, lahir di Padang Sidempuan pada 5 Februari 1922 dari pasangan Sutan Pangurabaan Pane dan Gonto Siregar. Namun, sejak usia dua tahun, ia harus rela ditinggal mati ibunda tercintanya. Sehingga Lafran Pane kecil banyak berinteraksi dengan neneknya. Memang tokoh besar itu biasanya dilahirkan dari lingkungan yang menuntut perjuangan besar pula. Begitupun dengan Lafran Pane.
Sosok pemikir dan pejuang memang sudah melekat dalam diri Lafran Pane, mewarisi para leluhurnya. Ayahnya adalah seorang guru dan salah satu pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Kakeknya bernama Syekh Badurahman Siregar, seorang ulama yang taat agama. Sementara dua kakaknya adalah sastrawan terkenal yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane.
Berkat kedudukan sosial keluarga yang tingi, Lafran Pane dan saudara-saudaranya diberi kemudahan dalam mengenyam pendidikan. Semua kakaknya mendapatkan pendidikan yang baik, umumnya di sekolah berbahasa Belanda dengan kurikulum bergaya Barat. Hanya seorang Lafran Pane sajalah yang disalurkan masuk sekolah pendidikan agama seperti pesantren.
Namun sayang, Lafran tidak bertahan lama di pesantren. Karena harus mengikuti jejak sang Ayah yang dipindah tugaskan mengajarnya. Alhasil, sejak kecil Lafran sering berpindah sekolah. Tercatat ia pernah menuntut ilmu di HIS Muhammadiyah, lalu belajar di Taman Dewasa Raya Jakarta, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Islam (STI), dan sempat hijrah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) UGM.
Lafran Pane tidak dapat dipisahkan dari proses berdirinya HMI. Dalam sebuah kelas Tafsir yang diampu oleh Husein Yahya, ia memproklamirkan organisasi mahasiswa islam. Dengan lantang Lafran Pane berorasi di depan semua mahasiswa kala itu, “ Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Islam, semua persiapan dan perlengkapan sudah beres. Siapa yang mau menerima berdirinya organisasi mahasiswa Islam ini, itu sajalah yang diajak dan yang tidak setuju biarkanlah mereka terus menentang. Toh tanpa mereka, organisasi ini akan bisa berjalan”.
Lafran Pane adalah seorang pemikir yang sangat visioner. Gagasan besarnya tentang keislaman dan keindonesiaan, ia rumuskan dalam tujuan HMI, yaitu: “Mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Berkat kecerdasan dan keluwesan Lafran Pane, lambat laun HMI mulai menyebar di beberapa kampus. Menurutnya, “HMI ini bukan tentang aku pribadi, ini tentang bangsa dan umat Islam. Jadi untuk kemajuan HMI, siapa saja bisa terlibat. Semakin banyak semakin baik”.
Dalam perjalanan karir di HMI, Lafran Pane adalah sosok yang rendah hati dan sederhana. Ia tidak pernah ingin dikenal sebagai sosok tunggal pemrakarsa HMI. Juga dalam struktur organisasi, ia bukan tipikal yang mengejar-ngejar jabatan. Ia hanya sebentar saja memegang jabatan sebagai Ketua umum. Setelah itu, ia menyedekahkan jabatannya kepada kawan dari kampus lain yang ia kenal di gerbong kereta, yaitu Mintaredja.
Begitu luar biasanya kepribadian dan ketokohan Lafran Pane, amat layak jika negara memberi gelar Pahlawan Nasional baginya. Meski demikian, gelar tersebut akan sangat ditolak oleh dirinya bila ia masih hidup. Sebagaimana ia menolak beberapa jabatan strategis yang pernah ditawarkan. Baginya, ada yang lebih penting dari jabatan dan kedudukan, yaitu kemerdekaan.
Bagi Lafran Pane, merdeka itu ketika berani jujur dan sederhana di tengah riuh rendah dunia. Merdeka itu sejak hati, Islam itu sejak nurani.
Kisah Lafran Pane perlu diangkat dan diceritakan kepada semua pemuda bangsa Indonesia. Perjuangan pemuda hari ini tidak berdasarkan ketulusan hati, selalu terbentur dengan pamrih dan cap terima gaji. Betapa banyak pemuda ikut organisasi, semata-mata hanya ingin mengejar jabatan di kemudian hari. Kondisi ini tentu amat sangat jauh dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Lafran Pane.
Terakhir, mari berefleksi dan introspeksi, agar muncul ketokohan Lafran Pane dalam diri.
You may also like
-
Bawahannya Korupsi Nguyen Xuan Phuc Mundur dari Jabatan Presiden Vietnam
-
Indonesia Sedang Darurat Humor, Gus Yaqut Pantas Menjadi Ketua Umum NU Garis Lucu
-
Pencipta Toilet Layak Disejajarkan dengan Friedrich Nietzsche
-
Tidak Ada Dosa Warisan untuk Anak Cucu PKI No Debat
-
Puncak Komedi Indonesia dari Gedung DPR